Onion Club - Onion Head - Onion-kun Catatan Kuliah Sang Adenz: Maret 2011

Senin, 21 Maret 2011

Laporan Pembiakan Tanaman (TP)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Perbanyakan secara vegetatif adalah cara perkembangbiakan tanaman dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti batang, cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan akar, untuk menghasilkan tanaman yang baru, yang sama dengan induknya. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang, dan daun sekaligus. Pembiakan dengan cara vegetatif merupakan hal yang paling mudah untuk memperoleh hasil yang maksimum, yaitu rasa yang sama persis degan induknya, tinggi, banyak buah, dll. Penggunaan teknik ini meliputi dengan cara stek, sambung, cangkok, okulasi.
Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternatif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar, akar yang baru terbentuk tidak tahan stress lingkungan dan adanya sifat plagiotrop tanaman yang masih bertahan. Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang true to name dan true to type. Regenerasi akar dan pucuk dipengaruhi oleh faktor intern yaitu tanaman itu sendiri dan faktor ekstern atau lingkungan. Salah satu faktor intern yang mempengaruhi regenerasi akar dan pucuk adalah fitohormon yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh.

1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mempelajari cara-cara penyetekan.
2. Untuk mengetahui pengaruh komposisi media tanam terhadap keberhasilan pembentukan sistem perakaran pada setek batang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Usaha untuk memperbanyak jenis dan mempertahankan kelestarian jenis tanaman perlu, dilakukan pembiakan tanaman. Pembiakan tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara pembiakan tak kawin (vegetatif) dan pembiakan kawin (generatif). Pembiakan tak kawin berlangsung dengan cara pelepasan organ vegetatif dari tumbuhan induknya yang kemudian tumbuh menjadi individu baru. Cara pembiakan tak kawin ini berlangsung tanpa perubahan susunanan kromosom, sehingga sifat yang diturunkan sama dengan sifat induknya. Yang termasuk pembiakan vegetatif antara lain okulasi, stek, cangkok, sambung, graffting. (Jumin, 2002).
Salah satu teknik perbanyakan vegetatif yang secara teknis cukup mudah dan sederhana serta tidak membutuhkan biaya produksi dan investasi yang besar adalah stek. Teknik perbanyakan vegetatif dengan stek adalah metode perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian tanaman yang dipisahkan dari induknya di mana jika ditanam pada kondisi yang menguntungkan untuk beregenerasi akan berkembang menjadi tanaman yang sempurna (Juhardi, 1995).
Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penyetekan adalah pembentukan akar, karena timbulnya akar merupakan indikasi berhasil tidaknya setek tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu penyetekan adalah faktor tanaman, faktor lingkungan dan faktor pelaksanaan.
Menurut Kantarli (1993) dalam Danu dan Nurhasybi (2003), faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek berakar dan tumbuh baik adalah 1) Sumber bahan stek, 2) Perlakuan terhadap bahan stek. Hal yang perlu diperhatikan dalam perlakuan terhadap bahan stek adalah penggunaan jenis media. Berdasarkan pengalaman, pasir merupakan jenis media yang cocok bagi pertumbuhan awal stek. Pasir memiliki tekstur dan aerasi yang cocok bagi pertumbuhan akar, namun pasir tidak memiliki kandungan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan lanjutan sehingga harus dilakukan penyapihan sampai bibit siap tanam. Untuk itu perlu dicari media lain sebagai pengganti pasir yang memiliki aerasi yang baik juga mengandung unsur hara yang dibutuhkan bibit, sehingga dalam pembuatan bibit dapat dilakukan langsung tanpa perlu penyapihan salah satunya adalah kompos A. mangium.
Faktor intern yang paling penting dalam mempengaruhi regenerasi akar dan pucuk pada stek adalah faktor genetik. Jenis tanaman yang berbeda mempunyai kemampuan regenerasi akar dan pucuk yang berbeda pula. Untuk menunjang keberhasilan perbanyakan tanaman dengan cara stek, tanaman sumber seharusnya mempunyai sifat-sifat unggul serta tidak terserang hama dan/atau penyakit. Selain itu, manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan status fisiologi tanaman sumber juga penting dilakukan agar tingkat keberhasilan stek tinggi. Kondisi lingkungan dan status fisiologi yang penting bagi tanaman sumber diantaranya adalah:
1. Status air. Stek lebih baik diambil pada pagi hari dimana bahan stek dalam
kondisi turgid.
2. Temperatur. Tanaman stek lebih baik ditumbuhkan pada suhu 12°C hingga 27°C.
3. Cahaya. Durasi dan intensitas cahaya yang dibutuhkan tamnaman sumber tergantung pada jenis tanaman, sehingga tanaman sumber seharusnya ditumbuhkan pada kondisi cahaya yang tepat.
4. Kandungan karbohidrat. Untuk meningkatkan kandungan karbohidrat bahan stek yang masih ada pada tanaman sumber bisa dilakukan pengeratan untuk
menghalangi translokasi karbohidrat. Pengeratan juga berfungsi menghalangi translokasi hormon dan substansi lain yang mungkin penting untuk pengakaran, sehingga terjadi akumulasi zat-zat tersebut pada bahan stek. Karbohidrat digunakan dalam pengakaran untuk membangun kompleks makromolekul, elemen struktural dan sebagai sumber energi. Walaupun kandungan karbohidrat bahan stek tinggi, tetapi jika rasio C/N rendah maka inisiasi akar juga akan terhambat karena unsur N berkorelasi negatif dengan pengakaran stek (Hartmann et al, 1997).
Keuntungan penggunaan teknik pembibitan secara vegetatif antara lain keturunan yang didapat mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya, tidak memerlukan peralataan khusus, alat dan teknik yang tinggi kecuali untuk produksi bibit dalam skala besar, produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan benih/musim buah, bisa dibuat secara kontinyu dengan mudah sehingga dapat diperoleh bibit dalam jumlah yang cukup banyak, meskipun akar yang dihasilkan dengan cara vegetatif pada umumnya relative dangkal, kurang beraturan dan melebar, namun lama kelamaan akan berkembang dengan baik seperti tanaman dari biji, umumnya tanaman akan lebih cepat bereproduksi dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari biji (Pudjiono dalam Adinugraha, 2007).

III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan waktu
Praktikum penyetekan dilakukan di laboratorium Pembiakan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2011, pukul 14.00 sampai selesai.

3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
1. Tanaman buah naga (Hylocereus sp)
2. Media pasir, kompos, arang sekam
3. Polibag

3.2.2. Alat
1. Pisau tajam (cuter)
2. Botol semprot
3. Timba.

3.3. Cara Kerja
1. Menyiapkan bahan media tanam dan alat yang diperlukan.
2. Membuat perlakuan media tanam menjadi beberapa komposisi sebagai berikut :
a. Mencampur pasir, kompos, arang sekam perbandingan 3 : 1 : 1
a. Mencampur pasir, kompos, arang sekam perbandingan 1 : 3 : 1
a. Mencampur pasir, kompos, arang sekam perbandingan 1 : 1 : 3
3. Memasukkan media tanam ke dalam polibag dengan volume 2/3 bagian dari
dasar polibag.
4. Memilih bahan setek dengan memotong bagian batang buah naga yang agak
muda dengan kemiringan 45 o, ukuran kurang lebih 10 cm.
5. Menanam bahan setek tersebut ke dalam polibag yang telah diisi media tanam
dengan kedalaman 1/3 bagian.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan Basri Jumin. 2002. Dasar-dasar Agronomi. Edisi Revisi. PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta. 250 hal.

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, and R. L. Geneve. 1997. Plant
propagation principles and practices. 6th ed. Prentice Hall, Englewood
Cliffs, N.J.

Hamdam Adma Adinugraha; Sugeng Pujiono dan Toni Herawan. 2007 . Teknik
Perbanyakan Vegetatif Jenis Tanaman Acacia mangium. Balai Besar
Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Info Teknis Vol. 5

Rochiman Koesriningrum dan Sri Setyati Harjadi. 1973. Pembiakan Vegetatif.
Departemen Agronomi Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 172 hal.

Sofyan, A dan Imam Muslimin. 2007. Pengaruh Asal Bahan Dan Media Stek Terhadap Pertumbuhan Stek Batang Tembesu (Fragraea fragarans ROXB). Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian.


Selasa, 15 Maret 2011

Laporan Teknik Media Tanam (TP)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Membudidayakan tanaman dengan sistem hidroponik adalah salah satu cara penanaman atau menumbuhkan tanaman. Tanaman yang umumnya dibudidayakan dengan cara hidroponik adalah tanaman sayur - sayuran, tanaman hias dan beberapa jenis dari tanaman buah-buahan.

Membudidayakan tanaman dengan sistem hidroponik, dalam dunia pertanian bukan merupakan hal yang baru. Namun demikian hingga kini masih banyak masyarakat yang belum tahu dengan jelas bagaimana cara melakukan dan apa keuntungannya. Dalam kajian bahasa, Hidroponik berasal dari kata Hydro yang berarti air dan Ponos yang berarti kerja. Jadi, Hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.

Dimanapun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik apabila nutrisi (hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam konteks ini fungsi dari tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut unsur hara (nutrisi), untuk kemudian bisa diserap tanamanan. Dari pola pikir inilah yang akhirnya melahirkan teknik bertanam dengan hidroponik, dimana yang ditekankan adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi (hara).

1.2 Tujuan
Mahasiswa menegerti dan memahami cara pembuatan media tanam non tanah dalam bentuk cair dan padat untuk budidaya sistem hidroponik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam sejarahnya, penelitian hidroponik dikenal melalui penelitian Woodward (1699) yang menggunakan hidroponik untuk studi pertumbuhan tanaman, namun penelitian De Saussure (1804) lebih signifikan untuk dikatakan sebagai cikal bakal penelitian hidroponik yang menggunakan larutan nutrisi sebagai komposisi awal dengan berbagai macam komponen elemen mineral di dalam distilled water. Hidroponik atau hydroponics, berasal dari bahasa latin yang terdiri atas kata hydro yang berarti air dan kata ponos yang berarti kerja, sehingga hidroponik dapat diartikan sebagai suatu pengerjaan atau pengelolaan air sebagai media tumbuh tanaman tanpa menggunakan media tanah sebagai media tanam dan mengambil unsur hara mineral yang dibutuhkan dari larutan nutrisi yang dilarutkan dalam air (Falah, 2006).

Hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah. Bukan hanya dengan air sebagai media pertumbuhannya, seperti makna leksikal dari kata hidro yang berarti air, tapi juga dapat menggunakan media-media tanam selain tanah seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, zat silikat, pecahan batu karang atau batu bata, potongan kayu, dan busa (Fazari, 2004).
Berdasarkan media tumbuh yang digunakan, hidroponik dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Kultur Air.
Teknik ini telah lama dikenal, yaitu sejak pertengahan abad ke-15 oleh bangsa Aztec. Dalam metode ini tanaman ditumbuhkan pada media tertentu yang di bagian dasar terdapat larutan yang mengandung hara makro dan mikro, sehingga ujung akar tanaman akan menyentuh larutan yang mengandung nutrisi tersebut.



2. Kultur Agregat.
Media tanam berupa kerikil, pasir, arang sekam padi (kuntan), dan lain-lain yang harus disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pemberian hara dengan cara mengairi media tanam atau dengan cara menyiapkan larutan hara dalam tangki atau drum, lalu dialirkan ke tanaman melalui selang plastik.

3. Nutrient Film Technique.
Pada cara ini tanaman dipelihara dalam selokan panjang yang sempit, terbuat dari lempengan logam tipis tahan karat. Di dalam saluran tersebut dialiri air yang mengandung larutan hara. Maka di sekitar akar akan terbentuk film (lapisan tipis) sebagai makanan tanaman tersebut (Tim Aero Kalijati, 2009).

Dalam bercocok tanam tanpa menggunakan tanah, yang biasa disebut hidroponik, media tanam tersebut biasanya digunakan pasir kasar, krikil, batu apung, vermikulit dan lain sebagainya dengan menambahkan hara lengkap secara khusus. Adapun media tersebut meliputi :
1. Komponen Aorganik,
Pasir, pasir kuarsa berukuran antara 0.5 hingga 0.2 mm,cukup baik untuk digunakan sebagai bahan campuran media, karena dapat menciptakan kondisinya menjadi poreus dan aerasinya baik
Vermikulit, berasal dari mineral mika yang telah dipanaskan pada suhu sampai 1.90 oC hingga terjadi pemecahan (disintegrasi) dan bebas dari hama penyakit dan biji gulma.
Perlit, bahan ini berwarna putih dan dihasilkan dari lava gunung berapi yang telah dipanaskan pada suhu 760 oC. ifat perlit ini sangat menguntungkan, diantaranya mempunyai daya memegang air sebnyak 3-4 kali dari beratnya serta tahan terhadap kerusakan fisik dibandingkan dengan vermikulit.

2. Komponen Organik,
Gambut (peat), substansi ini merupakan hasil pelapukan belum sempurna dari sisa-sisa vegetasi di dalam air, seperti dirawa-rawa. Berdasarkan tingkat kesempurnaan proses pelapukannya bahan ini terdapat beberapa macam peat, antara lain : moss peat (berasal dari sejenis rumput laut), reed sedge peat (berasal dari sisa-sisa rumput, biji-bijian dan vegetasi rawa), peat humus (jenis peat yang telah mengalami dekomposisi sempurna).
Shagnum moss, bahan ini merupakan residu yang mengalami dehidrasi dari bermacam-macam spesies sphagnum. Sebelum digunakan sphagnum dilumatkan terlebih dahulu. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan jamur penyakit.

Wood residu, materi ini berasal dari hasil samping tanaman yang telah dipanen, seperti serpihan kulit kayu dan serbuk gergaji. Sisa-sisa panen tanaman, bermacam-macam sisa tanaman seperti jerami, klobot jagung, ampas tebu, sekam.
Rabuk organik, baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Penggunaan media ini banyak diformulasikan dengan komposisi tertentu, Sebelum media digunakan harus disterilkan terlebih dahulu dengan jalan dipanaskan dengan suhu 71 oC selama 3 menit atau disterilkan dengan bahan kimia kloropikrin atau kloropikrin di campur dengan metibromida (Ashari, 1995).

Tanaman hidroponik bisa dilakukan secara kecil-kecilan di rumah sebagai suatu hobi ataupun secara besar-besarandengan tujuan komersial. Beberapa kelebihan tanaman dengan sistim hidroponik ini antara lain:

• Ramah lingkungan karena tidak menggunakan pestisida atau obat hama yang dapat merusak tanah, menggunakan air hanya 1/20 dari tanaman biasa, dan mengurangi CO2 karena tidak perlu menggunakan kendaraan atau mesin.
• Tanaman ini tidak merusak tanah karena tidak menggunakan media tanah dan juga tidak membutuhkan tempat yang luas.
• Bisa memeriksa akar tanaman secara periodik untuk memastikan pertumbuhannya
• Pemakaian air lebih efisien karena penyiraman air tidak perlu dilakukan setiap hari sebab media larutan mineral yang dipergunakan selalu tertampung didalam wadah yang dipakai
• Hasil tanaman bisa dimakan secara keseluruhan termasuk akar karena terbebasdari kotoran dan hama
• Lebih hemat karena tidak perlu menyiramkan air setiap hari, tidakmembutuhkan lahan yang banyak, media tanaman bisa dibuat secara bertingkat
• Pertumbuhan tanaman lebih cepat dan kualitas hasil tanaman dapat terjaga
• Bisa menghemat pemakaian pupuk tanaman
• Tidak perlu banyak tenaga kerja
• Lingkungan kerja lebih bersih
• Tidak ada masalah hama dan penyakit tanaman yang disebabkan oleh bakteri, kulatdan cacing nematod yang banyak terdapat dalam tanah
• Dapat tanam di mana saja bahkan di garasi dan tanah yang berbatu
• Dapat ditanam kapan saja karena tidak mengenal musim (Click, 2009).

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Hidroponik ini dilakukan di laboratorium Pembiakan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember, Waktu pelaksanaan praktikum tanggal 14 Maret 2011, pukul 14.00 sampai selesai.

3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
1. Larutan Nutrisi A, B Mix.
2. Pupuk Gandasil B
3. Pupuk NPK, Urea, KCL dan SP-36.
4. Arang sekam dan pasir.

3.2.2. Alat
1. Pot Plastik
2. Pipa Paralon
3. Gelas Ukur
4. Cetok / Alat Pengaduk
5. Penggaris

3.3. Cara Kerja

1. Menyiapkan media padat dengan formulasi dari arang sekam dan pasir steril dalam perbandingan ( 50 % : 50 % ) dan memasukkan ke dalam pot plastic yang telah disediakan dengan berat total media 5 kg per pot.
2. Menyiapkam media cair hidroponik sistem NFT dengan menggunakan bak atau tulang paralon yang telah disediakan dengan volume air sesuai kebutuhan.
3. Menyiapakan larutan nutrisi A B Mix dalam 30 liter air.
4. Menyiapakan pupuk NPK, Urea, KCL dan SP-36
5. Menyiapkan Nutrisi Gandasil B, Insektisida dan Fungisida.
6. Menambahkan larutan pada semua nutrisi poin 3, 4, dan 5 pada media padat dan media cair yang telah disiapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari Sumeru. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press). 485 hal
Fazari Sri Nurilla. 2004. Hidoponik Tanaman Tanpa Tanah. http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/21/hidroponik/. Di akses pada tanggal 13 Maret 2011.

Kalijati Aero Tim. 2009. Teknik Budidaya Sayuran Secara Hidroponik. http://www.aero-kalijati.com/lifestyle/1207-teknik-bududaya-sayuran-secara-hidroponik.html. Di akses pada tanggal 13 Maret 2011.

Click Smart. 2011.Pengertian dan Penjealasan Tanaman Hidroponik. http://www.g-excess.com/id/pengertian-dan-penjelasan-tanaman-hidroponik.html. Di akses pada tanggal 13 Maret 2011.
Falah Affan Fajar M. 2006. Produksi Tanaman dan Makanan dengan Menggunakan Hidroponik - Sederhana hingga Otomatis http://io.ppijepang.org/v2/index.php?option=com_k2&view=item&id=222:produksi-tanaman-dan-makanan-dengan-menggunakan-hidroponik-sederhana-hingga-otomatis. Di akses pada tanggal 13 Maret 2011.

Laporan Pembiakan Tanaman (TP)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Pembiakan tanaman dengan cara vegetatif merupakan hal yang paling mudah untuk memperoleh hasil yang maksimum, yaitu rasa yang sama persis degan induknya, tinggi, banyak buah, dll. Salah satu teknik pembiakan vegetative adalah dengan cara mencangkok (layerage). Pembiakan vegetatif dengan cangkok (layerage) dapat dipisah menjadi dua macam cara, yaitu layerage dalam tanah (merunduk) dan layerage di atas tanah (cangkok).
Mencangkok merupakan salah satu cara yang mudah dalam mengembang biakan tanaman, selain itu cara ini juga merupakan cara yang cukup murah untuk dilakukan. Pembentukan akar pada layerage dapat di permudah dengan perlakuan seperti pelukaan, pengikatan, dan etiolasi, yang mempengaruhi suatu gerakan dan penumpukan enzim auksin serta karbohidrat pada bagian batang yang terluka tersebut.

Tujuan dilakukannya pencangkokan (layerage) adalah untuk mendapatkan anakan atau bibit yang bersifat dewasa sehingga lebih cepat berbunga atau berbuah. Pencangkokan dilakukan dengan menyayat dan mengupas kulit sekeliling batang, lebar sayatan tergantung pada jenis tanaman yang dicangkok. Penyayatan dilakukan sedemikian rupa sehingga lapisan kambiumnya dapat dihilangkan (dengan cara dikikis). Setelah luka yang dibuat cukup kering, Media tumbuh yang digunakan terdiri dari tanah dan kompos dan dibalut dengan sabut kelapa atau plastik. Bila batang diatas sayatan telah menghasilkan sistem perakaran yang bagus, batang dapat segera dipotong dan ditanam di lapang.

1.1 Tujuan dan Manfaat
1.1.1 Tujuan
1.Untuk mengetahui dan mempelajari cara mencangkok, dan juga untuk mengetahui pertumbuhan akar cangkokan.
2.Untuk mengetahui pengaruh media cangkokan terhadap pembentukan sistem perakaran.

1.1.2 Manfaat
1. Mengetahui cara mencangkok dan pertumbuhan akar pencangkokan.
2. Mengetahui pengaruh dari media pencangkokan terhadap pembentukan sistem perakaran


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Untuk memperbanyak jenis dan mempertahankan kelestarian jenis tanaman perlu, dilakukan pembiakan tanaman. Pembiakan tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara pembiakan tak kawin (vegetatif) dan pembiakan kawin (generatif). Pembiakan tak kawin berlangsung dengan cara pelepasan organ vegetatif dari tumbuhan induknya yang kemudian tumbuh menjadi individu baru. Cara pembiakan tak kawin ini berlangsung tanpa perubahan susunanan kromosom, sehingga sifat yang diturunkan sama dengan sifat induknya. Yang termasuk pembiakan vegetatif antara lain okulasi, stek, cangkok, sambung, graffting (Jumin, 2002).
Menurut Harjadi (1983), menyatakan bahwa berbagai cara pembiakan vegetatif adalah penggunaan benih apomiktik, penggunaan struktur vegetatif yaitu penggunaan benih apomiktik, penggunaan struktur vegetatif khusus ( sulur, umbi lapis, umbi sisik, umbi batang , umbi akar), Induksi akar dan pucuk adventif (cangkok dan setek), penyambungan (grafting dan budding).
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pencangkokan tanaman adalah : (1) Waktu mencangkok, sebaiknya pada musim hujan karena tidak perlu melakukan penyiraman berulang-ulang, (2) Memilih batang cangkok, pohon induk yang digunakan adalah yang umurnya tidak terlalu tua atau terlalu muda, kuat, sehat dan subur serta banyak dan baik buahnya, (3) Pemeliharaan cangkokan, pemeliharaan sudah dianggap cukup bila media cangkokan cukup lembab sepanjang waktu (Rochiman dan Harjadi, 1973)
Bibit cangkokan diperoleh dengan menghambat proses pengiriman zat makanan dari daun ke akar dengan menghilangkan lapisan kambium cabang tanaman induk. Selanjutnya pada bagian tersebut dilakukan pembumbunan untuk memberi kondisi yang sesuai bagi pertumbuhan akar sehingga ditempat tersebut akan tumbuh akar. Selama pertumbuhan akar, cabang tersebut masih bersatu dengan induknya sampai pertumbuhan akarnya mencukupi sehingga dapat dipindahkan menjadi bibit tanaman. Setelah jumlah akarnya mencukupi, cabang tersebut dipotong sehingga terbentuklah bibit yang siap tanam. Namun, akar yang tumbuh pada bibit cangkokan ini tidak sebaaik akar yang terbentuk pada bibit dari biji. Akarnya lebih pendek dan cenderung tumbuh ke samping sehingga daya jangkau akar dalam menyerap makanan dan air lebih dangkal (Widiarto, 1995).
Keuntungan penggunaan teknik pembibitan secara vegetatif antara lain keturunan yang didapat mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya, tidak memerlukan peralataan khusus, alat dan teknik yang tinggi kecuali
untuk produksi bibit dalam skala besar, produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan benih/musim buah, bisa dibuat secara kontinyu dengan mudah sehingga dapat diperoleh bibit dalam jumlah yang cukup banyak, meskipun akar yang dihasilkan dengan cara vegetatif pada umumnya relatif dangkal, kurang beraturan dan melebar, namun lama kelamaan akan berkembang dengan baik seperti tanaman dari biji, umumnya tanaman akan lebih cepat bereproduksi dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari biji (Pujiono, (1996) dalam Hamdam dkk (2007).
Menurut Khan, dalam Adinugraha (2006) pembibitan secara vegetatif sangat berguna untuk program pemuliaan tanaman yaitu untuk pengembangan bank klon (konservasi genetik), kebun benih klon, perbanyakan tanaman yang penting hasil persilangan terkendali, misalnya hybrid atau steryl hybrid yang tidak dapat bereproduksi secara seksual, perbanyakan masal tanaman terseleksi.


BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum pembiakan tanaman I dengan judul acara Pembiakan Vegetatif dengan Cara Mencangkok (Air Layerage) dilakukan di laboratorium produksi tanaman pada hari Sabtu tanggal 12 Maret 2011, pukul 14.00.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Tanaman Sri Rejeki
2. Serabut Kelapa
3. Tali Rafia
4. Plastik
5. Pupuk Kompos dan Pupuk Kandang

3.2.2 Alat
1. Pisau tajam (Cutter)
2. Timba
3.3 Cara Kerja
1. Menyiapkan bahan dan alat yang di perlukan.
2. Memilih batang atau cabang yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda.
3. Menyayat/menghilangkan kulit dan kambium pada cabang atau batang tersebut sepanjang ± 10 cm.
4. Memberi media pada bagian yang luka secukupnya pada bagian yang luka secukupnya dengan pupuk kandang dan kompos, kemudian di tutup dengan sabut kelapa dan plastik.
5. Menjaga kelembapan media dengan menyiram air.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha H. A; S. Pudjiono; dan T. Herawan. 2007. Teknik Perbanyakan Vegetatif Jenis Tanaman Acaciamangium. Sepetmber 2007: Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 5 no. 2.

Hamdam A.D; Sugeng P. dan Toni H. 2007 . Teknik Perbanyakan Vegetatif
Jenis Tanaman Acacia Mangium. Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. INFO TEKNIS Vol. 5.

Harjadi S. S. 1983. Pengantar Agronomi. PT Gramedia, Jakarta, 195 p.

Jumin H.B. 1987. Dasar-Dasar Agronomi. PT Rajagrafindo Persada. 250 p.

Rochiman K dan Setyati H. 1973. Pembiakan Vegetatif. Departemen Agronomi
Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Widarto L. 1995. Perbanyakan Tanaman Dengan Biji. Setek, Cangkok,
Sambung, Okulasi dan Kultur Jaringan. Kanisius. Jakarta

Laporan Pembentukan Karakter II

KISAH INSPIRATIF

Kisah Inspiratif I

Ada seorang Bapak yang berprofesi sebagai pengusaha. Setiap hari Bapak ini harus berpergian jauh ke luar kota untuk mengurusi bisnisnya dengan mengedarai sebuah bis. Sebelum pergi, biasanya ia mampir di sebuah rumah makan yang letaknya tidak jauh dari terminal bis itu untuk sarapan dan minum kopi. Di sekitar rumah makan itu ada beberapa anak kecil yang menawarkan jasa semir sepatu kepada orang – orang yang sedang duduk menikmati hangatnya kopi pagi.

Bapak ini pun memanggil seorang anak kecil untuk menyemir sepatunya, "Nak, mari datang kemari. Tolong semirkan sepatu Bapak ya?"

Anak kecil itupun datang menghampiri Bapak ini dan dengan penuh semangat mulai menyemir sepatunya. Dari mata anak itu terpancar betapa senangnya ia melakukan pekerjaan itu untuk Bapak ini. Setelah selesai, sejumlah uangpun diberikan kepadanya, dan anak itu mengucapkan terima kasih.

Keesokan harinya, ketika Bapak ini baru saja turun dari bis yang ditumpanginya, dari kejauhan anak itu segera berlari mendapatkan Bapak ini. Dengan senang hati ia membantu membawa tas Bapak ini sampai ke rumah makan. Sementara Bapak ini menikmati sarapan dan hangatnya kopi pagi, anak kecil itu menyemir sepatunya sampai mengkilap. Seperti biasanya, setelah anak itu selesai menyemir sepatu, Bapak ini kemudian memberikan sejumlah uang kepadanya.

Kejadian ini terus saja berulang sampai suatu pagi terjadi suatu hal yang tidak seperti biasanya. Pagi itu, ketika anak kecil ini melihat sang Bapak turun dari bis, dengan sekuat tenaganya ia berlari mendapatkannya dan membawa tasnya sampai ke rumah makan. Ia membuka sepatu Bapak ini dengan tangannya sendiri dan kemudian menyemir sepatunya sampai mengkilap. Dari sorot matanya yang polos, ia melakukannya dengan penuh antusias. Setelah selesai, Bapak ini kemudian mengeluarkan sejumlah uang dari kantongnya untuk memberikannya kepada anak itu. Tapi reaksinya sungguh berbeda. Anak itu menolak pemberian Bapak ini.

Bapak ini kaget. ‘Apa yang terjadi? Apa ia tidak membutuhkan uang?' tanya Bapak itu dalam hatinya. Kemudian dengan lembut Bapak ini bertanya sambil menatap wajah anak itu, "Nak, kenapa kamu tidak mau mengambil uang ini? Apakah kamu tidak membutuhkannya?"

Dengan mata berkaca-kaca anak kecil tersebut menjawab, "Pak, saya ini anak yatim piatu. Saya hidup di jalanan. Kedua orang tua saya sudah lama meninggal. Saya belum pernah merasakan bagaimana kasih sayang orang tua. Tetapi ketika kita pertama berjumpa dan Bapak memanggil saya dengan sebutan, ‘Nak, mari datang kemari', sewaktu Bapak memanggil saya ‘Nak', saya merasa seperti anak Bapak. Saya merasa memiliki ayah lagi. Oleh sebab itu saya tidak mau lagi mengambil uang yang Bapak berikan kepada saya. Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak."

Kemudian sambil menangis, sambil memegang bahu anak itu dan memandang wajahnya, Bapak itu bertanya, "Nak, maukah mulai saat ini juga kamu tinggal bersama saya dan menjadi anak saya?" Sambil memeluk erat Bapak itu anak ini menjawab, "Ya, Pak. Saya mau!"

Kisah Inspiratif II

Suatu hari ada percakapan antara Pensil dan Penghapus :
Pensil : Maafkan aku.

Penghapus : Maafkan untuk apa? Kamu tidak melakukan kesalahan apa-apa.

Pensil: Aku minta maaf karena telah membuatmu terluka. Setiap kali aku melakukan kesalahan, kamu selalu berada di sana untuk menghapusnya. Namun setiap kali kamu membuat kesalahanku lenyap, kamu kehilangan sebagian dari dirimu. Kamu akan menjadi semakin kecil dan kecil setiap saat.

Penghapus : Hal itu benar. Namun aku sama sekali tidak merasa keberatan. Kau lihat, aku memang tercipta untuk melakukan hal itu. Diriku tercipta untuk selalu membantumu setiap saat kau melakukan kesalahan. Walaupun suatu hari, aku tahu bahwa aku akan pergi dan kau akan menggantikan diriku dengan yang baru. Aku sungguh bahagia dengan perananku. Jadi tolonglah, kau tak perlu khawatir. Aku tidak suka melihat dirimu bersedih

Maksud dari percakapan di atas adalah orang tua kita layaknya si penghapus sedangkan kita layaknya si pensil. Mereka (Orang tua) selalu ada untuk anak-anak mereka, memperbaiki kesalahan anak-anaknya.

Terkadang, seiring berjalannya waktu. Mereka akan terluka dan akan menjadi semakin kecil (Dalam hal ini, maksudnya bertambah tua dan akhirnya meninggal). Namun orang tua akan selalu tetap merasa bahagia atas apa yang mereka lakukan terhadap anak-anaknya dan akan selalu merasa tidak suka bila melihat buah hati tercinta mereka merasa khawatir ataupun sedih.

Hingga saat ini, saya masih selalu menjadi si pensil. Dan hal itu sangat menyakitkan diri saya untuk melihat si penghapus atau orang tua saya semakin bertambah "kecil" dan "kecil" seiring berjalannya waktu. Dan saya tahu bahwa kelak suatu hari, yang tertinggal hanyalah "serutan" si penghapus dan segala kenangan yang pernah saya lalui dan miliki bersama mereka.

Dari dua kisah di atas, kita dapat mengambil pelajaran cintai orang tua selagi masih ada, dengarkan apa yang mereka katakan dan kerjakan apa yang merka perintah. Karena sesungguhnya itu semua untuk kebaikan kita sendiri. Dan apa bila salah satu atau keduanya telah tiada senantiasa kita sebagai anak yang berbakti wajib mendoakan mereka dan menunjukkan kepada mereka bahwa kita adalah buah hati mereka tidak akan pernah mengecewakan mereka dan dapat meembuatnya keduanya tersenyum bahagia.

Laporan Etika Lingkungan

KERUSAKAN LINGKUNGAN


Kerusakan lingkungan hidup terjadi karena adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung sifat fisik dan/atau hayati sehingga lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (KMNLH, 1998). Kerusakan lingkungan hidup terjadi di darat, udara, maupun di air. Salah satu masalah kerusakan lingkungan adalah degradasi lahan yang besar, yang apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat akan menjadi lahan kritis sampai akhirnya menjadi gurun. Lahan kritis umumnya banyak terjadi di dalam daerah aliran sungai (DAS) di seluruh Indonesia. Penyebab utama meluasnya lahan kritis adalah adanya tekanan dan pertambahan penduduk, luas areal pertanian yang tidak sesuai, perladangan berpindah, pengelolaan hutan yang tidak baik dan penebangan illegal, pembakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali, ekploitasi bahan tambang.

Meluasnya lahan kritis membuat penduduk yang tinggal di daerah tersebut relatif miskin, tingkat populasi sangat padat, luasan lahan yang dimiliki bertambah sempit, kesempatan kerja sangat terbatas, dan lingkungan hidup mengalami kerusakan/degradasi. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya krisis ekonomi sejak tahun 1997 yang telah memperburuk kondisi perekonomian petani gurem. Akibatnya penebangan hutan oleh rakyat semakin merebak serta lahan yang terancam menjadi kritis semakin meluas.

Ada beberapa faktor penyebab kerusakan lingkungan, antara lain (a) pertambahan penduduk yang pesat, sehingga telah menyebabkan tekanan yang sangat berat terhadap pemanfaatan keanekaragaman hayati. Misalnya, timbulnya eksploitasi terhadap sumberdaya alam hayati yang berlebihan, (b) perkembangan teknologi yang pesat, sehingga kemampuan orang untuk mengeksploitasi keanekaragaman hayati secara berlebihan semakin mudah dilakukan, (c) makin meningkatnya penduduk lokal terlibat dalam ekonomi pasar kapitalis, sehingga menyebabkan eksploitasi keanekaragaman hayati secara berlebihan, (d) kebijakan dan pengelolaan keanekaragaman hayati yang sangat sentralistik dan bersifat kapitalis dan tidak tepat guna, dan (e) berubahnya sistem nilai budaya masyarakat dalam memperlakukan keanekaragaman hayati sekitarnya. Misalnya, punahnya sifat-sifat kearifan penduduk lokal terhadap lingkungan hidup sekitarnya. Oleh karena itu, pengelolaan keanekaragaman hayati yang holistik, berkelanjutan dan berkeadilan sosial bagi segenap warga masyarakat, sungguh diperlukan untuk mempertahankan kelestarian keanekaragaman hayati.

Berbagai kerusakan lingkungan di ekosistem pertanian telah banyak terjadi baik pada ekosistem pertanian sawah maupun ekosistem pertanian lahan kering nonpadi. Kerusakan lingkungan di ekosistem sawah utamanya diakibatkan oleh program Revolusi Hijau (green revolution), khususnya dengan adanya introduksi varietas padi unggul dari Filipina, dan penggunaan pupuk kimia, serta penggunaan pestisida yang tak terkendali. Revolusi Hijau memang telah berjasa meningkatkan produksi padi secara nasional (makro), namun program tersebut juga telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak sedikit, seperti kepunahan ratusan varietas padi lokal, ledakan hama baru, serta pencemaran tanah dan air.

Pengaruh Revolusi Hijau pada sistem sawah, secara tidak langsung juga telah menyebabkan komersialisasi pertanian lahan kering. Misalnya, akibat desakan ekonomi pasar di berbagai tempat, sistem pertanian agroperhutanan (agroforestry) tradisional yang ramah lingkungan, seperti kebun campuran (talun, Sunda) ditebangi, dibuka lalu digarap menjadi kebun sayuran komersil. Akibatnya, sistem pertanian agroperhutanan tradisional yang tadinya biasa ditanami aneka jenis tanaman kayu bahan bangunan, kayu bakar dan buah - buahan, serta ditanami juga dengan jenis tanaman semusim, seperti tanaman pangan, sayur, bumbu masak, dan obat – obatan tradisional, kini telah berubah menjadi sistem pertanian sayur monokultur komersil.
Kendati memberi peluang keluaran (output) ekonomi lebih tinggi, pengelolaan sistem pertanian komersil sayuran pada dasarnya membutuhkan asupan (input) yang tinggi yang bersumber dari luar (pasar). Keperluannya terurai seperti, benih sayur, pupuk kimia dan obat - obatan, sehingga petani menjadi sangat tergantung pada ekonomi pasar. Akibat perubahan ini, berbagai kerusakan lingkungan terjadi di sentra - sentra pertanian sayur lahan kering, seperti pegunungan Dieng di Jawa Tengah, serta Garut, Lembang, Majalaya, Ciwidey, dan Pangalengan, di Jawa Barat.
Kerusakan itu antara lain timbulnya erosi tanah dan degradasi lahan, karena lahan menjadi terbuka. Erosi tanah dan pencucian pupuk kimia, serta pestisida juga masuk ke badan perairan, seperti sungai, kolam dan danau. Hal ini telah mengganggu lingkungan perairan, seperti pendangkalan sungai, danau, dan pencemaran perairan yang mengganggu kehidupan ikan, udang, dan lain-lain. Secara umum lahan yang terbuka, telah menyebabkan punahnya fungsi-fungsi penting dari agroperhutanan tradisional.

Misalnya, fungsi pengatur tata air (hidroorologi), pengatur iklim mikro, penghasil seresah dan humus, sebagai habitat satwa liar, dan perlindungan varietas dan jenis - jenis tanaman lokal. Maka tidaklah heran bila berbagai varietas atau jenis – jenis tanaman lokal, seperti bambu, buah-buahan, kayu bakar, bahan bangunan, dan obat - obatan tradisional, makin langka, karena kurang dibudidayakan oleh para petani di lahan-lahan kering pedesaan mereka.

Laporan Etika Lingkungan

EKOLOGI

Istilah Ekologi pertama kali digunakan oleh oleh Aernest Haeckel, pada pertengahan tahun 1860-an, Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah, dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah Ekologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari mahkluk hidup di rumah atau habitatnya. Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.
Sehingga Ekologi tidak lepas dari ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Selain itu, Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan. Berikut beberapa pengertian yang biasanya tercakup dalam wilayah kerja ekologi adalah :

1.Individu
Individu adalah suatu satuan struktur yang membangun suatu kehidupan dalam bentuk makhluk. Jika kita melayangkan pandangan ke sebuah kebun, maka kita mungkin akan menemukan beberapa tumbuhan, misalnya pohon jambu, pohon pisang, pohon mangga, dan sebagainya. Setiap pohon disebut individu. Dengan demikian kita kata katakan ; individu pisang, individu jambu, dan seterusnya.

2.Populasi
Populasi adalah kumpulan individu dari jenis yang sama dan berada di suatu tempat dan waktu tertentu. Batasan ini mempermudah penyebutan kelompokan Banteng (Bos sundaicus) di pulau misalnya, dengan kelompokan banteng di pulau lain, maka dapat kita katakana populasi banteng di pulau X dan populasi banteng di pulau Y.
Kepadatan populasi di suatu daerah yang meningkat sedemikian rupa sehingga kebutuhan akan populasi akan bahan makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan lain menjadi di luar kemampuan alam lingkungan untuk menyediakannya, timbullah persaingan atau kompetisi. Persaingan dapat menimbulkan 2 akibat, yaitu :
a.Dalam jangka waktu yang singkat menimbulkan akibat ekologi berupa kelahiran, kelangsungan hidup, dan pertumbuhan populasi menjadi tertekan serta perpindahan (emigrasi) populasi yang meningkat.
b.Dalam jangka waktu yang panjang akan menimbulkan evolusi.

3.Komunitas
Komunitas adalah kumpulan beberapa populasi yang saling berinteraksi satu sama lain, yang hidup di suatu tempat yang sama. Komunitas juga berarti kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi. Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.

4.Ekosistem
Ekosistem adalah tingkatan organism yang lebih tinggi dari komunitas. Pada ekosistem terdapat hubungan timbale balik antara organism yang hidup dan lingkungan abiotiknya, yang membentuk suatu sistem yang dapat diketahui aliran energy dan siklus materinya.
Ekosistem dapat berupa system apa saja, asalkan di dalam sistem tersebut ada interaksi antara organism yang hidup dan lingkungan abiotiknya. Misalnya ekosistem laut, pantai, hutan, padang rumput, serta beberapa ekosistem buatan manusia, misalnya sawah.
Dilihat dari unsur – unsur penyusunnya, komponen ekosistem dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :
a.Bahan tak hidup atau abiotik, yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri atas tanah, air udara, sinar matahari, yang merupakan medium bagi berlangsungnya kehidupan.
b.Produsen yaitu organisme autotrofik (organisme yang dapat mensintesa makanannya sendiri atau dapat menyediakan makananya sendiri).
c.Konsumen yaitu organisme heterotrofik (organisme yang hanya dapat memanfaatkan bahan makanan yang disediakan oleh organisme lain).
d.Pengurai, perombak atau dekomposer, yaitu organisme heterotrofik yang menguraikan bahan organic yang berasal dari organisme mati.

5.Biosfer
Biosfer adalah tingkat organisasi biologi terbesar yang mencakup semua kehidupan di bumi dan adanya interaksi antara lingkungan fisik secara keseluruhan.